Rabu, 27 April 2011

News : Penyidik Polri Kurang Pahami UU Pers

Pemegang sertifikat Keterangan Ahli Dewan Pers, Ronny Simon, mengatakan bahwa banyak penyidik kepolisian yang masih kurang memahami Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers sehingga sering menangangi kasus terkait pemberitaan dengan ketentuan pidana.
Dalam silaturahmi antara wartawan dengan jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) di Medan, Rabu,  pemegang Kartu Pers Nomor Satu (Press Card Number One) komunitas Hari Pers Nasional itu mengatakan,  hal itersebut yang membuatnya sering menjadi saksi ahli dalam persidangan terkait pemberitaan wartawan.
Hampir keseluruhan pasal yang didakwakan dalam permasalahan terkait pemberitaan pers tersebut, menurut mantan Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat ituleh kepolisian dikenai ketentuan pidana.

"Ketentuan UU Pers hanya sub-subnya saja," katanya.

Selama ini, kata Ronny Simon, kalangan penegak hukum, khususnya penyidik kepolisian, selalu menerapkan pasal pencemaran nama baik atau perlakuan yang tidak menyenangkan terhadap wartawan dalam kasus pemberitaan pers.
Padahal, ia menegaskan, berdasarkan kekhususan profesi, wartawan berhak mendapatkan perlakuan sesuai asas hukum lex specialist derogat lex genaralis atau peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan yang umum.

Peraturan khusus tersebut adalah UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dan didalamnya juga menyangkut Kode Etik Jurnalistik, katanya.

Pihaknya mengharapkan, jajaran Polda Sumut dapat mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang penanganan kasus yang menimpa wartawan di kalangan penyidik.
"Dewan Pers dan masyaakat pers bersedia menjadi narasumber," kata Ronny Simon.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro, menyambut baik rencana Dewan Pers dan masyarakat pers auntuk memberikan pelatihan tentang UU Pers itu terhadap kalangan penyidik Polri, khususnya di lingkungan Polda Sumut.
Perwira Polri berbintang dua itu juga menyatakan kesepakatannya untuk lebih mengutamakan UU Pers dalam menangani kasus pemberitaan.
Namun, pihaknya juga mengharapkan, pers dapat bersikap adil dan mengutamakan keseimbangan. "Kalau memang salah, buatlah hak jawab dengan benar," katanya. (sumber : antaranews
Editor: Priyambodo RH
)(T.I023/S019)
COPYRIGHT © 2011

Kamis, 21 April 2011

Hatta: Moratorium Sawit Bukan Tekanan Asing


Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, meminta pengusaha sawit tidak mencemaskan moratorium karena larangan sementara ekspansi perkebunan hanya untuk tempat tertentu untuk kepentingan menjaga lingkungan.
"Moratorium itu juga bukan karena tekanan asing. Itu perlu dipertegas," katanya di Medan, Kamis.
Hatta berada di Medan sejak Rabu memberi pengarahan dalam acara penutupan konferensi dan pameran Semarak 100 Tahun Kelapa Sawit Indonesia yang digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mulai 28 Maret dan meninjau industri hilir sawit.

Menurut dia, pemerintah berkomitmen mengurangi emisi karbon hingga 26 persen hingga 2020 dan itu akan tetap dilakukan meski tanpa bantuan asing.
Pemerintah telah menugasi masing-masing instansi untuk mewujudkan komitmen tersebut, sehingga sudah jelas siapa dan apa yang akan dikerjakan untuk mengurangi emisi karbon hingga 26 persen itu.

Lebih jauh dia menyebutkan, konsep moratorium hanya untuk hutan-hutan primer dan lahan gambut yang terbengkalai dan sama sekali tidak ada hubungan dengan hutan yang bisa dikonversi untuk infrastruktur dan khususnya lahan pangan.
Bagi infrastruktur dan lahan pangan, misalnya, tidak mungkin dikurangi karena jumlah penduduk akan terus bertambah dan Hatta memastikan pembukaan lahan baru ditempat yang tidak melanggar aturan masih diijinkan.

Ketua Umum Gapki Joefly Bahroeny menyebutkan, pengusaha sawit dewasa ini memang takut banyak bicara dan mengambil sikap karena merasa bahwa banyak masalah yang akan menghambat perkembangan usaha sawit itu termsuk di dalamnya soal moratorium.
Alasan itu, kata dia, yang membuat konferensi sawit di Medan tidak muncul banyak perdebatan ketika para pembicara/pembawa makalah menyampaikan berbagai permasalahan sawit itu.
Dia berharap, pemerintah menyadari itu dan bisa bersikap memberikan dorongan kepada pengusaha untuk mempertahankan posisi Indoensia sebagai egara penghasiil sawit terbesar..

"Tetapi dalam dialog dengan Presiden dan Menko Perekonomian, Gapki akhirnya lega karena ditegaskan pemerintah mendukung upaya menjadikan Indonesia sebagai leader dalam semua aspek industri kelapa sawit.Semoga itu memang kenyataannya," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah telah berjanji melakukan moratorium hutan dengan pemerintah Norwegia dimana Indonesia disebut-sebut akan mendapat bantuan sebesar satu miliar dolar AS. (ANTARA/S026)
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © 2011

PANEN SAWIT PROP.SUMBAR MENINGKAT.

Produktivitas hasil panen komoditas kelapa sawit Sumatra Barat dalam lima tahun ke depan diperkirakan dapat meningkat setelah mengalami penurunan pada tahun 2010.
"Tahun 2011 diperkirakan produktivitas hasil panen sawit Sumbar sebesar 20,52 ton/hektare," kata Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno dalam rancangan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Sumbar 2011-2015, yang dikutip di Padang, Kamis.

Ia menyebutkan, perkiraan produktivitas tersebut turun dibanding pada 2010 yang dapat dicapai 21,628 ton/hektare.
Namun untuk 2012 diperkirakan produktivitas panen sawit Sumbar bergerak naik menjadi 21,1 ton/hektare, lalu 2013 kembali akan meningkat menjadi 21,7 ton/hektare.
Dua tahun berikutnya, yakni 2014 dan 2015 diperkirakan produktivitas panen sawit Sumbar diperkirakan masih mengalami peningkatan masing-masing menjadi 22,3 ton/hektare dan 22,9 ton/hektare.
Sementara itu, produksi sawit Sumbar merupakan komoditas terbesar kedua produk utama pertanian Sumbar dengan produksi mencapai 795.450 ton.

Produksi sawit dalam lima tahun terakhir terus meningkat yakni di 2006 sebanyak 694.234 ton, 2007 naik menjadi 771.406 ton, 2008 naik lagi menjadi 794.167 ton, dan 2009 kembali meningkat menjadi 795.450 ton.

Luas kebun sawit di Sumbar mencapai 328.337 hektare, yakni di Kabupaten Agam seluas 61.690 hektare, 50 Kota (2.010 ha), Padang Pariaman (373 ha), Pasaman (2.075 ha) dan Pasaman Barat (148.972 ha).
Kemudian di Kabupaten Pesisir Selatan seluas 36.541 ha, Kabupaten Sinjunjung (9.403 ha) dan Solok Selatan (34.972 ha).
Selain itu, juga terdapat potensi lahan yang luas untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Sumbar, seperti di Tanah Galo, Kecamatan Sangir, Solok Selatan dengan luas 10.000 ha.
Dalam peta Rencana Tata Ruang Tata Wilayah Sumbar lokasi termasuk dalam berada dalam kawasan hutan konservasi yang berarti dapat dibuka untuk dikembangkan.

Lokasi lain di Pulau Panjang, Kecamatan Sangir, Solok Selatan, dengan luas areal 3.000 Hektar dan di Sitiung Empat Blok C, Kecamatan Sungai Rumbai, Dharmasraya dengan luas areal 1.500 ha.(*)
(T.H014/A035)Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2011 (sumber :

ANTARA News)

KILAS BALIK SEJARAH AVROS

AVROS
Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatra atau Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra (AVROS) adalah organisasi yang didirikan oleh pengusaha perkebunan karet di Sumatera Timur pada awal abad ke-20 (tepatnya 1909). Organisasi ini didirikan karena pemodal perkebunan karet di Sumatera, seperti Horisson and Crosfield (masuk 1904) dan Goodyear Rubber Company (masuk 1909) memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Pencarian dilakukan melalui agen-agen ke Jawa sebab tenaga kerja dar pulau jawa dinilai tekun,rajin dan patuh,Hingga tahun 1905 telah direkrut 20.000 orang pekerja perkebunan. AVROS dipakai dan ditugaskan untuk mengelola mengurusi keperluan-keperluan pengusaha perkebunan misal urusan logistik perkebunan,transportasi,hingga pemasok tenaga kerja.

Dalam perkembangan strategisnya, AVROS tidak saja menghimpun pengusaha karet tetapi juga pengusaha kelapa sawit. sehingga AVROS kemudian mengembangkan pusat penelitian untuk komoditi perkebunan, misalnya di Sei Putih untuk karet dan di Marihat untuk kelapa sawit. Kegiatan pemuliaan di Marihat dimulai sejak 1933 dengan mengembangkan material induk bakalan Dura Deli.

Sistem yang dijalankan AVROS hingga sekarang masih diterapkan dalam pengelolaan pusat-pusat penelitian tanaman keras di Indonesia, yaitu perkebunan bekerja sama membiayai riset di pusat-pusat penelitian.( to be continue )
V. Ris, pemimpin pertama AVROS

WORK FOR SUCCESS!! Headline Animator

tvOne - BERITA Headline Animator