JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Pengujian Undang-undang nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian yang meminta legalisasi judi di Indonesia. "Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK Mahfud MD, saat membacakan putusan di Jakarta, Rabu.
Menurut Mahfud didampingi delapan hakim konstitusi, dalil-dalil para Pemohon dalam pokok permohonan tidak terbukti menurut hukum. Uji materi UU Penertiban Judi ini diajukan oleh Suyud (buruh) dan Mr Liem Dat Kui (wiraswasta) mengajukan gugatan untuk melegalisasi perjudian di Indonesia karena dapat menjadi sarana pembangunan bangsa.
Dalam permohonannya, pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, Farhat Abbas, menyatakan kegiatan perjudian harus dilihat secara komprehensif yang dapat melahirkan berbagai jenis bisnis seperti perhotelan, pertokoan, jasa boga transportasi dan bisnis rekreatif lainnya.
Pemohon juga mendalilkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki semangat pluralisme, transparansi, supremasi hukum dan demokratis, sehingga pandangan atas masalah perjudian dapat diluruskan dari kekangan konstitusional dengan memberi ruang bagi masyarakat untuk berkarya secara kreatif.
Pemohon meminta dilakukan pembatasan bersyarat dengan dikecualikan bagi warga negara, di mana permainan judi sudah merupakan tradisi atau kebiasaan bermain judi dilokalisir. Atas permohonan ini, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan melokalisasi aktivitas perjudian berarti mengabaikan fatwa para ulama dan pemuka agama yang tidak sependapat dengan pembiaran kegiatan judi.
"Apa yang terjadi di Malaysia tidaklah harus diikuti oleh bangsa dan negara Indonesia, sekalipun sama-sama berpenduduk mayoritas muslim," kata Hamdan. MK juga menilai sebagai bangsa yang religius, moralitas seharusnya lebih diutamakan daripada pendapatan pajak yang banyak tetapi diperoleh dari kegiatan yang dilarang agama.
"Pengalaman pada masa dilegalisasinya perjudian banyak ibu-ibu rumah tangga yang bunuh diri, anak-anak putus sekolah, banyak keluarga yang jatuh miskin dan melarat akibat permainan judi," tambahnya. MK juga menegaskan bahwa hukum sebagai sarana pembaruan adalah benar, tetapi tidak berarti membenarkan hukum menjadi alat pembaruan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama yang hidup dalam masyarakat.
Norma hukum yang bertentangan dengan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dapat dikategorikan sebagai kausa yang tidak halal dan hal itu berarti harus dibatalkan. Tentang dalil permainan judi sudah menjadi budaya dan tradisi sebagian masyarakat Indonesia, MK menyatakan bahwa larangan atau kriminalisasi perjudian dilakukan dengan tujuan semata-mata untuk kepentingan umum berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.
"Nilai-nilai moral dan nilai-nilai agama yang dianut masyarakat Indonesia pada umumnya menganggap perjudian sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan nilai-nilai agama," kata Hamdan. Jika pun ada bentuk permainan yang merupakan bagian dari ritual ajaran agama seperti disebutkan oleh para Pemohon, namun tidak dengan sendirinya merupakan perjudian apabila tidak diikuti dengan pertaruhan yang mengandung untung-untungan.
Mahkamah menilai larangan perjudian tidak mengakibatkan adanya pembatasan dan tidak menghalangi hak setiap orang untuk memajukan dirinya, hak untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu juga tidak menghalangi hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif serta hak untuk mendapat perlakuan hukum yang adil karena menurut nilai yang diterima oleh masyarakat, berjudi adalah perbuatan yang tidak baik.
Redaktur: Krisman Purwoko
Sumber: antara
Menurut Mahfud didampingi delapan hakim konstitusi, dalil-dalil para Pemohon dalam pokok permohonan tidak terbukti menurut hukum. Uji materi UU Penertiban Judi ini diajukan oleh Suyud (buruh) dan Mr Liem Dat Kui (wiraswasta) mengajukan gugatan untuk melegalisasi perjudian di Indonesia karena dapat menjadi sarana pembangunan bangsa.
Dalam permohonannya, pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, Farhat Abbas, menyatakan kegiatan perjudian harus dilihat secara komprehensif yang dapat melahirkan berbagai jenis bisnis seperti perhotelan, pertokoan, jasa boga transportasi dan bisnis rekreatif lainnya.
Pemohon juga mendalilkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki semangat pluralisme, transparansi, supremasi hukum dan demokratis, sehingga pandangan atas masalah perjudian dapat diluruskan dari kekangan konstitusional dengan memberi ruang bagi masyarakat untuk berkarya secara kreatif.
Pemohon meminta dilakukan pembatasan bersyarat dengan dikecualikan bagi warga negara, di mana permainan judi sudah merupakan tradisi atau kebiasaan bermain judi dilokalisir. Atas permohonan ini, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan melokalisasi aktivitas perjudian berarti mengabaikan fatwa para ulama dan pemuka agama yang tidak sependapat dengan pembiaran kegiatan judi.
"Apa yang terjadi di Malaysia tidaklah harus diikuti oleh bangsa dan negara Indonesia, sekalipun sama-sama berpenduduk mayoritas muslim," kata Hamdan. MK juga menilai sebagai bangsa yang religius, moralitas seharusnya lebih diutamakan daripada pendapatan pajak yang banyak tetapi diperoleh dari kegiatan yang dilarang agama.
"Pengalaman pada masa dilegalisasinya perjudian banyak ibu-ibu rumah tangga yang bunuh diri, anak-anak putus sekolah, banyak keluarga yang jatuh miskin dan melarat akibat permainan judi," tambahnya. MK juga menegaskan bahwa hukum sebagai sarana pembaruan adalah benar, tetapi tidak berarti membenarkan hukum menjadi alat pembaruan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama yang hidup dalam masyarakat.
Norma hukum yang bertentangan dengan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dapat dikategorikan sebagai kausa yang tidak halal dan hal itu berarti harus dibatalkan. Tentang dalil permainan judi sudah menjadi budaya dan tradisi sebagian masyarakat Indonesia, MK menyatakan bahwa larangan atau kriminalisasi perjudian dilakukan dengan tujuan semata-mata untuk kepentingan umum berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.
"Nilai-nilai moral dan nilai-nilai agama yang dianut masyarakat Indonesia pada umumnya menganggap perjudian sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan nilai-nilai agama," kata Hamdan. Jika pun ada bentuk permainan yang merupakan bagian dari ritual ajaran agama seperti disebutkan oleh para Pemohon, namun tidak dengan sendirinya merupakan perjudian apabila tidak diikuti dengan pertaruhan yang mengandung untung-untungan.
Mahkamah menilai larangan perjudian tidak mengakibatkan adanya pembatasan dan tidak menghalangi hak setiap orang untuk memajukan dirinya, hak untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu juga tidak menghalangi hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif serta hak untuk mendapat perlakuan hukum yang adil karena menurut nilai yang diterima oleh masyarakat, berjudi adalah perbuatan yang tidak baik.
Redaktur: Krisman Purwoko
Sumber: antara