Medan (SIB)
Padatahun 2010 kasus tanah terkait dengan
bidang agraria naik 35% menjadi 163 konflik. Dari 163 konflik tersebut
sebanyak 97 konflik atau sekitar 60% terjadi di sektor perkebunan, 30
kasus atau 22% terjadi di sektor kehutanan, 21 kasus atau sekitar 13% di
sektor infrastruktur, . kasus atau sekitar 4% di sektor tambang dan 1
kasus terjadi di wilayah tambak atau pesisir. Sebanyak 24 petani/warga
tewas di wilayah-wilayah konflik agraria, konflik yang terjadi
melibatkan lebih dan 69.975 kepala keluarga, sementara luas areal
konflik mencapai 472048,44 hektare.
Sementara berdasarkan catatan Komisi A
DPRD Sumatera Utara, setidaknya ada 875 kasus tanah yang terjadi di
Sumatera Utara dan hingga kini belum terselesaikan. Sedangkan menurut
catatan Polda Sumatera Utara, yang terungkap pada rapat kordinasi
tentang permasalahan .tanab, di Sumatra Utara tanggal 16 Januari 2012
terjadi 2.794 kasus sengketa tanah/lahan periode 2005 sampai dengan
2012, yang terdiri dari 2.460 kasus songketa tanah/Iahan antara kelompok
warga dengan kelompok hukum publik (instansi, PTP II, III dan IV), 182
kasus sengketa tanah/lahan antara kelompok warga dengan badan hukum
swasta, 4 kasus sengketa tanah/ lahan antara badan hukum swasta dengan
badan hukum swasta, 5 kasus sengketa tanah/lahan antara badan hukum
swasta dengan badan hukum publik.
Demikian dikatakan DR H Hasim Purba, SH.
MHum KepaIa Puslit HAM USU didampingi DR Arief Sugiarto SN, Advokad dan
Pakar Hukum Pertanahan dari Jakarta, Syhari R Tarigan SH, MH, advokad, H
Hamdani Harahap SH, MH praktisi hukum, Marasamin Ritonga SH, ketua
Kadin Medan dan Benget Silitonga Direktur Bakumsu dan Tim persiapan
pembentukan lembaga ad hock Independen untuk penyelesaian konflik tanah
di luar pengadilan kepada sejumlah wartawan di Medan, Selasa (22/5).
Dijelaskan Hasim Purba, dari 2.794 kasus
tanah bila dikaji dari permasalahannya dapat dibagi dalam 3 kelompok,
yaitu kelompok sengketa penguasaan dan pemilikan tanah oleh pihak
tertentu (serobot, merambah HGU tanpa alas hak) ada 2.239 kasus.
Sengketa proses penetapan hak dan pendaftaran tanah (tumpang tindih,
grant sultan, land reform, ulayat) ada 390 kasus dan sengketa letak
batas, luas bidang tanah yang dikuasai pihak lain ada 51 kasus.
Dalam menangani dan menyelesaikan
permasalahan tanah terutama kasus tanah yang berpotensi konflik, adalah
tanggung jawab bersama seluruh komponen masyanakat Sumatera Utara,
termasuk akademisi, praktisi hukum untuk berperan serta menangani secara
konprehensif, cepat, tepat agar tidak menimbulkan dampak negatif.
DR Arief Sugianto, SH,MH menilai konflik
tanah di Sumut belum dapat diselesaikan, karena upaya penyelesaian tanah
di Sumut dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan BPN menggunakan
pendekatan “Legal Formalistik dan Represif”, yaitu Pintu peradilan
perdata, tata usaha negara dan pintu peradilan Pidana (Kriminalisasi
peradilan keperdataan petani/nakyat). Sementara pintu
mediasi/negosiasi/konsultasi/ konsiliasi (musyawara dengan
rnemperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan lainnya
terlupakan.
Bahwa upaya mewujudkan penyelesaian
konflik tanah di Sumaera Utara melalui “Musyawarah” diluar pengadilan
tersebut didasarkan UUPA No. 5 tahun 1960 Jo UU tahun 1999 tentang
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa Jo UU No. 39 tentang HAM
Jo UU No 28 tahun 1999 tentang peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan negara Jo UU No 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
dan Surat Edaran MA No. 1 tahun 1998 tentang mediasi, sehingga secara
legal formal terhadap pembentukan ”Lembaga ad hock independen alternatif
penyelesaian konflik tanah di Sumatera Utara dapat dilakukan oleh
masyarakat seperti Lembaga penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan
sengketa kehutanan.
Adapun target Lembaga ad hock independen
alternatif penyelesaian konflik tanah di luar pengadilan tersebut antara
lain adalah mempertemukan kepentingan hak dan penguasaan objek tanah
sengketa antara para pihak yang bersengketa dan mengoptimalkan upaya
tercapainya kesepakatan para pihak melalui musyawarah, dalam rangka
mewujudkan kehendak para pihak untuk memperoleh kepastian hukum atas
suatu bidang tanah.
PEMPROV, BPN HARUS TANGGUNGJAWAB
Sementara itu, anggota DPD RI DR Rahmat
Shah yang duduk di Komite I membidangi Pertanahan, menyesalkan
terjadinya bentrokan yang terjadi di areal eks HGU, terutama di Sei
Semayang, Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang antara karyawan PTPN II
dengan warga, sehingga menimbulkan korban luka-luka dan beberapa truk
dibakar, Selasa (22/5).
Rahmat Shah mengaku sudah berulangkali
mengingatkan berbagai pihak, bahwa suatu saat akan terjadi konflik
horizontal, apabila persoalan tanah di Sumut, khususnya lahan eks HGU
PTPN tidak segena dicarikan solusi yang terbaik. “Kami dari Komite I
sudah berkali-kali melakukan pentemuan dengan berbagai pihak, dengan
Pemprovsu, Kanwil BPN serta Kakan. BPN se Sumatena Utara, dengan ka BPN
Pusat, Menteri Negara BUMN, Menteri Keuangan, instansi terkait, beserta
kepala daerah yang berhubungan dengan lahan eks HGU di Kantor DPD RI,
dan terakhir dengan 95 aliansi berbagai elemen yang datang ke Senayan,
namun semuanya hanya menyampaikan janji-janji dan mengulur-ulur waktu,
jelasnya.
Lebih lanjut disampaikannya, Pemprovsu
dan BPN harus bertanggungjawab atas kejadian ini, sebab tim yang
dibentuk guna menyelesaikan persoalan tanah eks HDU PTPN tidak bekerja
secara optimal, bahkan masa kerja tim sudah beberapa kali diperpanjang,
yang akan berakhir pada Mei ini. Persoalan ini telah berjalan hampir
sepuluh tahun, namun belum ada titik terangnya.
Agar kejadian serupa tidak terjadi lagi,
Pemprovsu, BPN dan PTPN harus segera menyelesaikan permasalahan ini.
“Kami dan DPD RI, siap memfasilitasi dan membantu upaya-upaya
penyelesaian masalah tanah ini kepada pemerintah pusat serta kementerian
terkait. Hanya saja, kami melihat ada upaya pembiaran oleh oknum-oknum
tertentu, mengingat ada pihak yang memanfaatkan situasi ini demi
kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya.
Pembangunan tidak berjalan di Sumut,
karena faktor masalah tanah yang tidak selesai-selesai, tumpang tindih,
yang dimanfaatkan oleh oknum ”mafia tanah,” kata Ketua Panitia Kerja RUU
Hak-Hak Alas Tanah di DPD RI ini. Rakyat dan petani yang selama ini
telah berusaha di lahan yang sudah turun temurun Sebagaimana di areal
bentrokan, hanya menginginkan keadilan, mereka juga tidak menginginkan
terjadinya bentrokan, tetapi karena “pihak-pihak” yang bermain, sehingga
keadilan masih sulit didapatkan, pungkas ketua PMI Sumut ini
(A13/R6/r).
: http://gabenta.wordpress.com/2012/05/26/875-kasus-tanah-di-sumut-belum-terselesaikan/
Sumber: SKH Sinar Indonesia Baru (SIB), Sabtu, 26 Mei 2012, hal. 1 dan 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar