1. Pemisahan Harta Benda.
Pasal 186 KUH.Perdata mengatakan istri dapat meminta pemisahan harta perkawinan dengan alasan sebagai berikut :
a. Suami karena kelakuan yang nyata tidak baik memboroskan harta kekayaan persatuan.
b. Karena tidak ada ketertiban dari suami mengurus hartanya sendiori sedangkan yang menjadi hak istri akan kabur atau lenyap.
c. Karena kelalaian yang sangat besar dalam mengurus harta kawein istri sehingga khawatir harta ini akan menjadi lenyap.
Pemisahan harta atas pemufakatan suami istri adalah dilarang. Permintaan pemisahan kekayaan ini harus diumumkan secara terang - terangan agar kreditur suami dapat mengetahuinya dan ia boleh mencampuri tuntutan ini.
Selama perkara sedang berjalan istri dapat meminta pada hakim agar harta itu di lak (vergezeling) atau di situ (conservatoir beslag) atas benda bergerak dan tidak bergerak.
Akibat pemisahan harta ini istri cakap melakukan apa saja terhadap hartanya, suami tidak lagi bertanggung jawab atas harta istrinya.
Pemisahan harta dapat dipulihkan kembali dengan persetujuan suami istri yang dibuat dalam akta otentik.
2. Perjanjian Kawin (huwelijks voorwaarden).
Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami istri untuk mengatur akibat-akibat perkawinan mengenai harta kekayaan mereka. Pada umumnya perkawinan mengakibatkan persatuan harta kekayaan. Maka untuk mengadakan penyimpangan terhadap hal ini sebbelum perkawinan berlangsung mereka membuat perjanjian mengenai harta mereka dan biasanya perjanjian ini dibuat karena harta salah satu pihak lebih besar dari pihak lain.
Para pihak bebas menentukan bentuk hukum perjanjian kawain yang mereka perbuat. Mereka dapat menentukan bahwa dalam perkawinan mereka tidak ada persatuan harta atau ada persatuan harta yang terbatas yaitu :
1. Persatuan untung rugi (gemeenschap van wins en verlies) pasal 155 KUH.Perdata.
2. Persatuan hasil dan keuntungan (gemeenschap van vruchten en incomsten) pasal 164 KUH.Perdata.
Dalam perjajian kawin ada kalanya pihak ketiga dapat juga ikut serta dalam hal pihak ketiga memberi suatu hadiah dalam perkawinan dengan ketentuan hadiah itu tidak boleh jatuh dalam persatuan harta kekayaan.
Isi Perjanjian Kawin.
Pada azasnya para pihak menentukan isi perjajian kawin dengan bebas untuk membuat penyimpangan dari peraturan KUH.Perdata tentang persatuan harta kekayaan tetapi dengan pembatasan sebagai berikut :
1. Perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum (pasal 139 KUH.Perdata.
2. Dalam Perjajian itu tidak dibuat janji yang menyimpang dari :
à Hak-hak yang timbul dari kekuasaan suami (maritale macht) : misalnya untuk menentukan tempat kediaman atau hak suami untuk mengurus persatuan harta perkawinan.
à Hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua(ouderlijk macht) misalnya hak untuk mengurus kekayaan anak-anank atau pendidikan anak.
à Hak yang ditentukan undang-undang bagi suami istri yang hidup terlama. Misalnya menjadi wali atau menunjuk wali (pasal 140 KUH.Perdata).
3. Tidak dibuat janji yang mengandung pelepasan hak atas harta peninggalan orang-orang yang menurunkannya.(pasal 141 KUH.Perdata)
4. Tidak boleh mereka menjanjikan satu pihak harus membayar sebahagian hutang yang lebih besar daripada bahagiannya dalam laba persatuan (pasal 142 KUH.Perdata)
5. Tidak boleh dibuat janji bahwa perkawinan mereka akan diatur oleh hukum asing.(pasal 143 KUH. Perdata)
Perjanjian kawin harus diibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan dilangsungkan, bila tidak demikian batal demi hukum (van rechtswege nietig). Dan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, lain saat untuk itu tidak boleh ditetapkan.
Misal perjanjian kawin baru berlaku setelah lahir anak. (pasal 147 KUH.Perdata).
Setelah perkawinan berlangsung perjanjian kawin tidak boleh dirubah dengan cara bagaimanapun (pasal 149 KUH.Perdata) dan berlakunya sampai perkawinan berakhir kecuali istri maeminta pemisahan harta kekayaan atau dalam hal perpisahan meja dan ranjang.
Kewenangan Membuat Perjanjian Kawin.
Pasal 151 KUH.Perdata mengatakan syarat untuk membuat perjanjian kawin.
1. Harus sudah cakap untuk mengadakan perkawinan (pasal 29 KUH.Perdata)
2. Harus dibuat dengan bantuan (bijstand) orang-orang yang memberi izin untuk kawin misalnya orang tua atau wali dsb.
Berlakunya perjanjian kawin bagi pihak ketiga adalah sejak diaftarkan di peniteraan Pengadilan Negeri (pasal 152 KUH.Perdata).
Pasal 186 KUH.Perdata mengatakan istri dapat meminta pemisahan harta perkawinan dengan alasan sebagai berikut :
a. Suami karena kelakuan yang nyata tidak baik memboroskan harta kekayaan persatuan.
b. Karena tidak ada ketertiban dari suami mengurus hartanya sendiori sedangkan yang menjadi hak istri akan kabur atau lenyap.
c. Karena kelalaian yang sangat besar dalam mengurus harta kawein istri sehingga khawatir harta ini akan menjadi lenyap.
Pemisahan harta atas pemufakatan suami istri adalah dilarang. Permintaan pemisahan kekayaan ini harus diumumkan secara terang - terangan agar kreditur suami dapat mengetahuinya dan ia boleh mencampuri tuntutan ini.
Selama perkara sedang berjalan istri dapat meminta pada hakim agar harta itu di lak (vergezeling) atau di situ (conservatoir beslag) atas benda bergerak dan tidak bergerak.
Akibat pemisahan harta ini istri cakap melakukan apa saja terhadap hartanya, suami tidak lagi bertanggung jawab atas harta istrinya.
Pemisahan harta dapat dipulihkan kembali dengan persetujuan suami istri yang dibuat dalam akta otentik.
2. Perjanjian Kawin (huwelijks voorwaarden).
Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami istri untuk mengatur akibat-akibat perkawinan mengenai harta kekayaan mereka. Pada umumnya perkawinan mengakibatkan persatuan harta kekayaan. Maka untuk mengadakan penyimpangan terhadap hal ini sebbelum perkawinan berlangsung mereka membuat perjanjian mengenai harta mereka dan biasanya perjanjian ini dibuat karena harta salah satu pihak lebih besar dari pihak lain.
Para pihak bebas menentukan bentuk hukum perjanjian kawain yang mereka perbuat. Mereka dapat menentukan bahwa dalam perkawinan mereka tidak ada persatuan harta atau ada persatuan harta yang terbatas yaitu :
1. Persatuan untung rugi (gemeenschap van wins en verlies) pasal 155 KUH.Perdata.
2. Persatuan hasil dan keuntungan (gemeenschap van vruchten en incomsten) pasal 164 KUH.Perdata.
Dalam perjajian kawin ada kalanya pihak ketiga dapat juga ikut serta dalam hal pihak ketiga memberi suatu hadiah dalam perkawinan dengan ketentuan hadiah itu tidak boleh jatuh dalam persatuan harta kekayaan.
Isi Perjanjian Kawin.
Pada azasnya para pihak menentukan isi perjajian kawin dengan bebas untuk membuat penyimpangan dari peraturan KUH.Perdata tentang persatuan harta kekayaan tetapi dengan pembatasan sebagai berikut :
1. Perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum (pasal 139 KUH.Perdata.
2. Dalam Perjajian itu tidak dibuat janji yang menyimpang dari :
à Hak-hak yang timbul dari kekuasaan suami (maritale macht) : misalnya untuk menentukan tempat kediaman atau hak suami untuk mengurus persatuan harta perkawinan.
à Hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua(ouderlijk macht) misalnya hak untuk mengurus kekayaan anak-anank atau pendidikan anak.
à Hak yang ditentukan undang-undang bagi suami istri yang hidup terlama. Misalnya menjadi wali atau menunjuk wali (pasal 140 KUH.Perdata).
3. Tidak dibuat janji yang mengandung pelepasan hak atas harta peninggalan orang-orang yang menurunkannya.(pasal 141 KUH.Perdata)
4. Tidak boleh mereka menjanjikan satu pihak harus membayar sebahagian hutang yang lebih besar daripada bahagiannya dalam laba persatuan (pasal 142 KUH.Perdata)
5. Tidak boleh dibuat janji bahwa perkawinan mereka akan diatur oleh hukum asing.(pasal 143 KUH. Perdata)
Perjanjian kawin harus diibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan dilangsungkan, bila tidak demikian batal demi hukum (van rechtswege nietig). Dan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, lain saat untuk itu tidak boleh ditetapkan.
Misal perjanjian kawin baru berlaku setelah lahir anak. (pasal 147 KUH.Perdata).
Setelah perkawinan berlangsung perjanjian kawin tidak boleh dirubah dengan cara bagaimanapun (pasal 149 KUH.Perdata) dan berlakunya sampai perkawinan berakhir kecuali istri maeminta pemisahan harta kekayaan atau dalam hal perpisahan meja dan ranjang.
Kewenangan Membuat Perjanjian Kawin.
Pasal 151 KUH.Perdata mengatakan syarat untuk membuat perjanjian kawin.
1. Harus sudah cakap untuk mengadakan perkawinan (pasal 29 KUH.Perdata)
2. Harus dibuat dengan bantuan (bijstand) orang-orang yang memberi izin untuk kawin misalnya orang tua atau wali dsb.
Berlakunya perjanjian kawin bagi pihak ketiga adalah sejak diaftarkan di peniteraan Pengadilan Negeri (pasal 152 KUH.Perdata).
BERSAMBUNG...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar