Selasa, 10 Februari 2009

Suciwati Harapkan DPR Tuntaskan Kasus Munir

Istri (alm) Munir, Suciwati berharap kalangan DPR mendorong penuntasan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sehingga terungkap para aktor intelektualnya.Hal itu ditegaskan Suciwati saat rapat dengar Pendapat Umum (RDPU) Persatuan advokad Indonesia (Peradi) dengan komisi III DPR (bidang hukum) di gedung DPR Jakarta, Selasa."Kasus ini sudah memasuki tahun kelima, tapi proses hukumnya masih tersndat-sendat," ujar Suciwati.Dikemukakannya pula bahwa Presiden Yudhoyono selama ini selalu mengatakan bahwa penyelesaian kasus pembunuhan Munir telah diserahkan pada proses hukum.Karenanya, ia menambahkan, pihaknya berharap kalangan DPR mendorong pengungkapan kasus tersebut sampai keakar-akarnya.Di tempat yang sama, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) juga mendesak agar Komisi III turut serta mengontrol upaya penuntasan kasus pembunuhan Munir itu.Melalui mekanisme kerja yang ada di DPR, Kasum mendorong agar empat institusi yang terkait dengan pengusutan kasus Munir, yakni BIN, Mabes Polri, Kejaksaan Agung serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melakukan evaluasi kinerjanya masing-masing.Selain itu, Ormas itu juga mendorong agar proses pengadilan kasus itu dilakukan secra terbuka dan akuntabel serta mengabdi pada kebenaran.Jangan rugikan masyarakat pencari keadilanSementara itu sejumlah fungsionaris Peradi meminta dukungan politik pada Komisi III agar organisasi itu diakui sebagai satu-satunya wadah para pengacara sesuai peraturan perundang-undangan yang ada saat ini.Presiden, Menkum dan HAM serta Mahkamah Konstitusi, ujar Ketua umum Peradi Otto Hasibuan, telah secara tegas mengakui eksistensi Peradi.Namun sikap tegas itu, ujarnya, tidak diikuti Mahkamah Agung yang masih mengakui pula keabsahan Kongres Advokad Indonesia (KAI). "Karenanya dibutuhkan dukungan politik DPR terhadap eksistensi Peradi sebagai organisasi tunggal profesi advokad," ujarnya.Lebih lanjut Otto menjelaskan bahwa adanya dualisme terhadap organisasi telah menyulitkan kontrol terhadap prilaku para advokad dan hal tersebut akan merugikan masyarakat."Peradi adalah organ negara dan bukan paguyuban pengacara. Karenanya kalau MA membiarkan polemik ini terus terjadi, maka yang dirugikan adalah masyarakat pencari keadilan," ujarnya. (*)mrprab (ANT)
COPYRIGHT © 2009

1 komentar:

  1. PERADILAN INDONESIA: PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap Rp.5,4 jt. (menggunakan uang klaim asuransi milik konsumen) di Polda Jateng
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat,sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Maka benarlah statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK). Ini adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat.
    Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen Indonesia yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini .
    Masalahnya, masyarakat Indonesia lebih memilih "nrimo" menghadapi kenyataan peradilan seperti ini. Sikap inilah yang membuat para oknum 'hakim bejat' Indonesia memanfaatkan kesempatan memperkosa hukum negara ini.
    Sampai kapan kondisi seperti ini akan berlangsung??

    David Pangemanan
    HP. (0274)9345675

    BalasHapus

WORK FOR SUCCESS!! Headline Animator

tvOne - BERITA Headline Animator